Halaman

Kamis, 31 Maret 2011

Inilah Faktor Pendukung Potensi Deflasi Maret

INILAH.COM, Jakarta - Pada Maret 2011 diperkirakan mengalami deflasi terdorong faktor panen raya, pembebasan bea masuk 57 komoditas dan penguatan rupiah. Tapi, full year 2011, inflasi masih tinggi di level 7-8%.

Ekonom Standard Chartered Bank Eric Alexander Sugandi memperkirakan, Maret ini bakal terjadi deflasi 0,1% (month on month) dan 6,9% (year on year). Menurutnya, deflasi bulan ini salah satunya, dipicu oleh beberapa daerah yang sudah memasuki masa panen raya.

Deflasi juga didukung kebijakan pemerintah yang membebaskan bea masuk impor 57 komoditas pangan. Kebijakan tersebut membantu mengurangi inflasi pangan yang diimpor. Deflasi juga ditopang penguatan rupiah. “Itulah, mengapa Maret ini, inflasi rendah bahkan bisa terjadi deflasi,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Rabu (30/3) petang.

Karena itu, dia memperkirakan, BI rate (suku bunga acuan Bank Indonesia) yang akan diumumkan April, akan ditahan di level 6,7%. BI rate baru berpeluang dinaikkan 50 basis poin di kuartal kedua 2011 ke level 7,25%. “Level ini akan bertahan hingga akhir 2011,” ujarnya.

Sementara itu, untuk full year 2011, Eric memperkirakan, inflasi masih tinggi di level 7%. Level tersebut dengan mempertimbangkan kenaikan rata-rata harga minyak mentah dunia ke level US$105 per barel untuk jenis light sweet yang biasa disebut West Texas Intermediate (WTI) di Nymex.

Di sisi lain, ucap Eric, pemerintah juga bisa menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis premium sebesar Rp500 per liter atau melakukan pembatasan BBM bersubsidi dan mengalihkannya ke pertamax.

Namun, Eric menggaribawahi, jika ternyata harga minyak mentah dunia turun, sehingga harga rata-rata 2011 berada di level US$95 per barel di 2011, pemerintah tidak perlu melakukan baik kenaikan harga premium maupun pembatasan BBM subsidi. “Karena itu, ada downside risk inflasi dari level 7% ke 6-6,5%,” paparnya.

Pandangan bahwa inflasi 2011 di level 7%, lanjut Eric, karena faktor kehati-hatian dalam menyikapi perkembangan di tingkat global. Menurutnya, jika melihat situasi yang belum menentu di Timur Tengah, inflasi bisa mencapai 7%. “Level ini memang tinggi, tapi masih wajar dan bukan level yang bahaya,” tandasnya.

Kalaupun pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, baik besaran maupun skalanya jauh lebih kecil dibandingkan kenaikan di 2008. Menurutnya, pada 2008, kenaikan terjadi pada minyak tanah, solar dan premium. Sedangkan di 2011, kenaikan hanya terjadi pada premium. “Kenaikkannya pun hanya Rp500 (11,1%) per liter dibandingkan 2008 yang mencapai 28%,” timpalnya.

Ekonom Universitas Ma Chung Malang Moch Doddy Ariefianto mengatakan, peluang terjadinya deflasi Maret ini jangan disikapi berlebihan oleh pemerintah. Sebab, rendahnya inflasi merupakan seasonal karena panen. Dia memperkirakan, pada April-Juni inflasi akan naik lagi.

Menurutnya, target inflasi BI di kisaran 4-6% pasti meleset lagi. Dia sendiri memperkirakan, inflasi 2011, minimal 7%. Belum lagi, gejolak harga minyak mentah dunia yang justru bisa jadi momentum kenaikan BBM.

Dia menambahkan, jika BBM bersubsidi dilepas sesuai mekanisme pasar, secara bertahap 15-20% hingga subsidi nantinya mendekati nol, akan ada tambahan multiflier inflasi 1% dari level 7% jadi 8% di 2011. “Tapi, setelah itu akan kembai stabil,” ungkapnya.

Namun, Doddy tidak mempermasalahkan kenaikan inflasi hingga 8% tahun ini. Sebab, stabilitas makro ekonomi Indonesia sangat positif. Karena itu, jika terjadi shock di masyarakat terhadap gejolak yang tidak populer bisa di-absurb oleh stabilitas ekonomi itu.

Bank Dunia saja, tandas Doddy, memperkirakan RI bisa tumbuh 6,5% 2011. “Dari pada kehilangan momentum, lebih baik pemerintah segera melaksanakan kebijakan pembatasan BBM ini. Sebab, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di 2012,” imbuhnya. [mdr]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar