JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) sampai 
saat ini masih menghitung dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
 terhadap inflasi nasional. Asumsi awalnya, jika harga BBM dinaikkan, 
maka inflasi akan membesar.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo 
mengatakan, sampai saat ini pemerintah masih menawarkan opsi-opsi 
pengendalian BBM bersubsidi, namun belum menghasilkan keputusan pasti 
terkait hal tersebut.
"Kalau semua segmen BBM bersubsidi mau 
dinaikkan, maka dampaknya akan lebih besar ke inflasi. Bahkan meski 
kenaikannya cuma Rp 500-1.000 per liter," kata Perry saat ditemui usai 
pelantikannya di kantor Mahkamah Agung Jakarta, Senin (15/4/2013).
Perry
 menambahkan resiko terhadap inflasi akan semakin besar bila semua 
segmen pemakai BBM bersubsidi mengalami kenaikan harga. Namun bila yang 
dinaikkan atau yang dikendalikan BBM bersubsidinya hanya mobil pribadi 
maka dampak ke inflasinya akan relarif lebih rendah.
Hal itu 
disebabkan sekitar 60 persen pengguna BBM bersubsidi dikontribusikan 
dari pengguna sepeda motor, mobil angkutan umum dan kendaraan non 
pribadi. Meski masih ada juga mobil pribadi yang masih menggunakan BBM 
bersubsidi.
Namun sampai saat ini BI belum berani merilis angka 
pasti terkait dampak kenaikan harga BBM bersubsidi ke inflasi.  "Meski 
ada kenaikan harga pun, dampak ke inflasinya juga untuk jangka pendek 
saja, biasanya tiga bulan juga selesai," tambahnya.
Meski ada 
dampak ke inflasi, BI menganggap bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi ini
 tidak akan mengubah target inflasi hingga akhir tahun yakni masih 
sebesar 4 plus minus 1 persen.    
 

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar