Halaman

Kamis, 24 Februari 2011

India dan China Ciptakan Raksasa Baru

(Vibiznews - Business) - Pada perekonomian dunia saat ini, peran China dan India telah memiliki peran sentral dalam memberikan pengaruh yang besar. Kedua negara ini dicap sebagai dua negara industri baru yang memiliki kemiripan satu sama lain. Besarnya capital inflow, memiliki SDM yang berlimpah, besarnya pangsa pasar konsumen dan cukup memenuhinya bahan baku industri membuat kedua negara ini menjadi tujuan favorit para investor. Selain itu, kedua negara ini juga memiliki sektor industri yang sedang mengalami perkembangan pesat. Sektor tersebut ialah sektor industri logam. China dan India kini bahkan menjelma sebagai pengekspor logam berat maupun ringan bagi negara-negara di dunia.

Pada hari ini (23/2) tersiar kabar bahwa prospek perkembangan sektor industri tersebut akan mengalami prospek yang semakin baik menyusul adanya keinginan dari kedua belah pihak untuk melakukan kerjasama bisnis. Proyek kerjasama kedua belah pihak ini bahkan diprediksi akan menghasilkan sebuah kekuatan yang sangat besar dimana keduanya akan saling membutuhkan dan memiliki kelebihan-kelebihan yang spesifik. Meski memiliki perjalanan sektor bisnis yang sama, kedua negara justru memiliki beberapa kekurangan masing-masing. Seiring dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan logam baja di India seperti Ancellor Mittal, maka sudah selayaknya kedepan akan membutuhkan pasokan batubara yang melimpah yang dapat dijadikan bahan baku produksi. Disisi lain, China justru memiliki persediaan batubara yang berlebih yang nantinya dapat diekspor ke India.

Bentuk lain dari perihal kerjasama ini ialah adanya proses "belajar" perusahaan-perusahaan logam di China kepada India yang dinilai lebih "mature" dalam industri logam dunia. Kondisi ini lah yang seharusnya menjadi nilai lebih dalam bentuk kerjasama nantinya. Sambutan baik mengenai bentuk kerjasama ini telah diapresiasi oleh Perdana Menteri India, Manmohan Singh yang menyambut positif dan bahkan akan menjalankan proyek ini dengan komprehensif. Menurutnya, India diperkirakan akan menghabiskan dana 1 triliun dollar untuk membuat infrastruktur seperti rel kereta api, jalan dan jaringan komunikasi. Oleh karena itu, dipastikan bahwa industri logam dalam negeri India akan meningkatkan produksi bajanya hingga berkali-kali lipat dalam kurun waktu 5 tahun kedepan. Banyak pihak menilai bahwa kebijakan kerjasama yang akan dilakukan kedua negara tersebut sangat strategis disaat harga-harga logam terus mengalami kenaikan pada saat ini.

Dihadapkan Pada Ancaman Kenaikan Inflasi

Meski dinilai sangat positif, kebijakan kerjasama tersebut bukan tidak mungkin akan menemui tantang yang berat terutama dari segi kondisi fundamental ekonomi global terutama pada kedua negara tersebut. Melonjaknya harga minyak saat ini yang telah menyentuh posisi 95 dollar per barel pastinya akan menjadi sebuah batu sandungan bagi sektor bisnis yang menggunakan bahan baku komoditi energi. Dengan naiknya harga minyak diperkirakan akan mendorong kenaikan pararel bahan baku industri logam lainnya seperti batubara.

Selain itu, ancaman yang nyata pastinya akan berpengaruh kepada tingkat inflasi yang akan naik. Dalam beberapa waktu terakhir misalnya China yang cukup panik dalam menghadapi gejolak inflasi dimana pada bulan Januari tercatat mengalami kenaikan inflasi menjadi 4,9%. Dengan naiknya tingkat inflasi tersebut, pemerintah sudah pasti akan mengeluarkan kebijakan moneter yang dapat menghadang kencangnya laju inflasi seperti yang dilakukan China dengan menaikan giro wajib minimum dan kenaikan tingkat suku bunga acuan.

Namun, ditengah tantangan tersebut, peluang kesuksesan terbuka lebar mengenai kebijakan kerjasama ini. Dengan adanya kerjasama, kedua negara akan menjadi "raksasa" di industri logam dunia dan bersaing dengan negara-negara lainnya seperti Brasil dan Australia yang juga merupakan produsen biji besi.

Disisi lain, kondisi tersebut juga pastinya akan menjadi sebuah tantangan yang cukup berat bagi industri logam Indonesia. Apalagi Indonesia masih belum dapat mandiri dari impor biji besi dan baja-baja luar negeri. Berdasarkan data Kementrian Perindustrian tahun 2009, pertumbuhan logam dasar besi dan baja dalam negeri mengalami penurunan 7,13%.

(Joko Praytno/JP/vbn)
Foto : www.newsgd.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar