 VIVAnews - Kelas menengah Indonesia tumbuh pesat.  Terutama sepuluh tahun belakangan. Jumlah kelompok ini terus membengkak  sebab pertumbuhan ekonomi terus membaik. Barang-barang yang selama ini  jadi kebutuhan sekunder  jadi laris manis.
VIVAnews - Kelas menengah Indonesia tumbuh pesat.  Terutama sepuluh tahun belakangan. Jumlah kelompok ini terus membengkak  sebab pertumbuhan ekonomi terus membaik. Barang-barang yang selama ini  jadi kebutuhan sekunder  jadi laris manis. "Bukti dari tumbuhnya kelas menengah ini adalah melonjaknya penjualan  mobil, motor, ponsel, produk elektronik, produk retail dan properti,"  ujar ekonom UI, Chatib Basri kepada VIVAnews di Jakarta, Selasa, 11 Januari 2011.
Seiring  dengan pertumbuhan kelas menengah itu, ekonomi masyarakat Indonesia  secara umum juga kian membaik. Pendapatan per kapita Indonesia  tahun  lalu sudah menyentuh level US$3000 atau Rp27 juta.
Pertumbuhan kelas menengah itu secara umum pernah dilansir oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) beberapa waktu lalu. Dalam laporan yang berjudul "The Rise of Asia's Middle Class 2010",disebutkan bahwa jumlah kelas menengah di Asia.
Dari survei yang dilakukan, ADB menemukan bahwa orang Asia membelanjakan lebih dari US$4,3 triliun pada 2008. Jumlahnya uang yang dibelanjakan itu akan terus membengkak. Dan pada tahun 2030 diperkirakan mencapai US$32 triliun . Jumlah itu mencakup 43% dari total konsumsi global.
Di Indonesia, jumlah kelas menengah itu tumbuh pesat dalam kurun  waktu 10 tahun terakhir. Pada 1999 kelompok kelas menengah baru 25  persen atau 45 juta jiwa, namun satu dekade kemudian melonjak jadi 42,7  persen atau 93 juta jiwa. Sedangkan jumlah kelompok miskin berkurang  dari 171 juta jiwa menjadi 123 juta jiwa.
Data itu direkam dari  survei sosial ekonomi nasional  yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik  pada 1999 dan 2009 . Cara  membedakan kelompok miskin dan kelas  menengah dengan memilah jumlah pengeluaran individu per hari.
Yang dimaksud kelompok miskin adalah penduduk dengan pengeluaran di bawah US$2 per hari. Sedangkan, pengeluaran US$2 ke atas atas tergolong kelas menengah yang dikelompokkan dalam sejumlah kategori.
Kategorinya sebagai berikut. Kelas menengah bawah adalah mereka yang  pengeluarannya sejumlah US$2-4 per hari, menengah-tengah US$4-10,  menengah-atas US$10-20, dan kelompok berkecukupan dengan pengeluaran  US$20 per hari.
Berdasarkan data itu, jika diperinci lebih jauh,  selama sepuluh tahun, kelompok menengah-bawah telah naik dua kali lipat  dari 37 juta menjadi 69 juta jiwa. Kelompok menengah-tengah meningkat  hampir tiga kali lipat ,dari 7,5 juta menjadi 22 juta jiwa.
Kelompok menengah-atas naik lima kali lipat dari 0,4 juta menjadi 2,23 juta jiwa. Sedangkan, kelompok berkecukupan naik 0,1 juta menjadi 0,37 juta jiwa.
Barang Mewah Laris Manis
Menurut ekonom Faisal  Basri, lonjakan kelas menengah Indonesia bisa diidentifikasi dari pola  konsumsi mereka. Misalnya saja, masyarakat kelas menengah bawah sudah  mampu mencicil sepeda motor. Masyarakat kelas menengah-tengah memadati  mal-mal dan membeli mobil cc kecil. Sedangkan, masyarakat kelas  menengah-atas mampu berobat dan menyekolahkan anak ke luar negeri, serta  membeli mobil jenis sedan.
Di sektor otomotif misalnya. Menurut  Chatib Basri, penjualan motor dan mobil terus meningkat dari tahun ke  tahun. Baru-baru ini, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri, Suryo  Sulisto mengungkapkan penjualan mobil mencapai 700 ribu unit dan sepeda  motor 7 juta unit pada 2010. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor  memperkirakan penjualan mobil akan terus meningkat hingga menembus 1,25  juta unit pada 2015.
Di sektor properti, menurut pengamat  properti, Muhammad Nawir, penjualan apartemen di kota-kota besar dan  perumahan di pinggiran kota juga meningkat seiring dengan pertumbuhan  kelas menengah. Apartemen yang banyak diburu kalangan menengah adalah  dengan kisaran harga Rp300-700 juta. 
Di  bisnis retail, kata Chatib, pertumbuhan kelas menengah bisa dilihat  dari peningkatan penjualan produk-produk retail, seperti pakaian,  elektronik, ponsel dan lainnya. Mal-mal dan swalayan seperti Matahari,  pusat penjualan ponsel ramai diserbu pembeli. "Bagi orang miskin, yang  utama adalah membeli beras, mereka tidak berpikir untuk membeli ponsel."
Demikian  halnya dengan industri restoran, seperti cafe dan fastfood juga terus  tumbuh dan berkembang di berbagai kota besar. "Sebab, kelompok mapan  juga gemar makan di luar rumah," katanya.
Kenaikan kelas  menengah, menurut Faisal, juga ditandai dengan pergeseran konsumsi  makanan turun dari 63 persen (1999) ke 51 persen pada 2009. Sedangkan,  konsumsi nonmakanan meningkat dari 37 persen pada 1999 menjadi 49 persen  pada 2009. Di kelompok konsumsi makanan, padi-padian dan umbi-umbian  turun dari 18 persen menjadi 9 persen. Sebaliknya, konsumsi makanan  olahan naik dari 10 persen menjadi 13 persen.
Tren peningkatan  penjualan produk-produk sekunder yang juga tergolong "mewah" ini bukan  hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara lain, juga demikian. Hasil  survei ADB menunjukkan peningkatan kelompok menengah itu ditandai dengan  larisnya penjualan lemari es, TV, ponsel dan mobil di sejumlah negara  Asia dalam beberapa tahun ini.
Sebut saja misalnya di China dan  India, penjualan ponsel dan mobil melonjak pesat dalam satu dekade ini.  Di China, pada tahun 2000, jumlah mobil yang terjual hanya 2 juta unit.  Pada 2009, penjualan mobil mencapai 12 juta unit. "China dan India kini  menjadi pasar ponsel terbesar di dunia," kata ADB.
Melihat  fenomena besar ini, Chatib dan Faisal mengingatkan bahwa sejumlah pelaku  bisnis baik dari dalam dan luar negeri telah mencermati sejak beberapa  tahun lalu. Mereka juga sudah mempersiapkan strategi atas pembengkakan  kelas menengah Indonesia tersebut. Produsen manca negara malah sudah  banyak mengincar Indonesia sebagai pasar produk mereka. "Sebab, kelompok  ini haus untuk mengkonsumsi apa saja."
Bagi bangsa Indonesia, Faisal mengingatkan itu berpulang kepada kita sendiri. "Mau puas sekedar menjadi bangsa konsumen atau menggerakkan sektor produksi lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan mereka."
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar