Halaman

Jumat, 16 Juli 2010

Ekonomi China Kuartal 2 Turun, Lebih Buruk dari Prediksi Sebelumnya

(Vibiznews - Business) - Pertumbuhan ekonomi untuk kuartal kedua tahun ini akhirnya dilaporkan mengalami penurunan. Tingkat GDP China dinyatakan merosot hingga ke posisi 10,3% atau lebih rendah dibandingkan dengan prediksi sebelumnya yang dirilis oleh para ekonom di posisi 10,5%. Berdasarkan laporan tersebut, kita dapat melihat bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi China untuk kuartal kedua berhasil mengalahkan prediksi dan lebih buruk dari yang diperkirakan sebelumnya.

Turunnya GDP tersebut berhasil menjawab segala prediksi yang memperkirakan bahwa perekonomian China akan mengalami penurunan pada kuartal kedua tahun ini menyusul turunnya beberapa data ekonomi seperti sektor manufaktur dan industri lalu disusul oleh lambannya pertumbuhan penjualan otomotif pada periode tersebut. Bahkan jauh-jauh waktu atau setelah masuk ke kuartal kedua, banyak pihak sebenarnya telah memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi China akan mengalami penurunan.

Indikasi-indikasi seperti munculnya spekulasi efek buble di sektor properti dan juga adanya imbas dari pelemahan ekonomi Eropa yang menjadi tujuan pangsa pasar mayoritas produk-produk China menjadi pendorongan adanya spekulasi pelemahan ekonomi bagi China. Prediksi dari dampak buble memang cukup mengkhawatirkan mengingat perekonomian China sebelumnya terlalu masif dalam mengalami kenaikan. Terutama pada sektor properti yang menunjukan pertumbuhan yang pesat dalam 2 tahun terakhir atau disaat dunia sedang mengalami pemulihan ekonomi paska dihantam krisis.



Pemerintah China sendiri juga rupanya sadar diri dengan segera merespon adanya kekhawatiran terhadap sektor kredit dibidang properti yang ditakutkan akan menjadi penyebab bagi krisis ekonomi lanjutan paska tahun 2008 yang melanda sektor finansial AS. Dan akhirnya di awal kuartal kedua pemerintah China telah memutuskan mengucurkan dana sebesar 586 miliar dollar guna menjadi stimulus terhadap sektor finansial. Paska kebijakan tersebut dirilis memang memberikan sebuah ketenangan bagi pasar, mengingat dengan kebijakan tersebut pemerintah China dapat memperkokoh sektor finansial dari ancaman krisis kredit.

Bahkan disaat yang bersamaan kebijakan tersebut ditopang oleh positifnya data-data di sektor rill seperti kenaikan data ekspor yang melonjak 35% pada bulan Juni dan naiknya output produksi pada kuartal pertama yang senilai 4,98 trliun dollar. Level tersebut hanya sedikit kalah dari Jepang yang memiliki nominal output produksi sebesar 5,1 triliun dollar.

Dengan adanya pelemahan ekonomi China maka kondisi perekonomian global akan kembali menuju sebuah fase yang negatif mengingat di pihak lain, Eropa kian bekerja keras dalam menangani ancaman krisis dan pemulihan negara-negara yang telah berhasil mengalami krisis seperti Yunani, Spanyol dan Portugal. Dan untuk AS sendiri, Fed kemarin bahkan menyatakan akan menurunkan ekspektasi pemulihan ekonomi yang diprediksi akan menemukan titik kestabilan pada tahun ini.


(Joko Praytno/JP/vbn)
Foto : www.acus.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar