Halaman

Senin, 08 Agustus 2011

Sarung Goyor Diminati Warga Timur Tengah

Liputan6.com, Solo: Sarung goyor. Sebagian orang mungkin asing mendengar kerajinan asal Solo, Jawa Tengah, itu. Namun siapa sangka jika peminat sarung goyor terus bertambah, terutama masyarakat Timur Tengah dan Afrika. Hal ini karena sarung goyor memiliki keunikan tersendiri, seperti dikatakan Agus Haryono, perajin sarung goyor di Pasar Kliwon, Solo, baru-baru ini.

Keunikan yang dimaksud Agus adalah sarung goyor mampu menyesuaikan diri dengan cuaca. Kala panas, sarung ini menjadi dingin. Sebaliknya jika cuaca dingin, sarung goyor bisa menjadi hangat.

Menurut Agus, untuk menghasilkan sarung goyor yang indah diperlukan kecermatan dan ketelitian yang lebih. Mulai dari memintal benang, memberikan pewarna, melukis motif, hingga menenunnya menjadi sarung. Diperlukan ekstra kesabaran dalam menenunnya. Oleh karena itu, sarung goyor berbeda dari sarung biasanya. Sarung ini tak dapat diproduksi secara massal. Tak jarang untuk membuat satu sarung saja bisa memakan waktu dua hari.

Kendati dilakukan dengan cara tradisional, sarung goyor ternyata sangat diminati warga di luar negeri. Sejak puluhan tahun, warga di Timur Tengah dan Somalia menjadi sasaran utama pemasaran produk sarung goyor, mengingat wilayah tersebut cukup panas. Ironisnya, pemasaran sarung tersebut kurang bagus di dalam negeri. Hal ini terjadi karena harga yang ditawarkan dianggap terlalu mahal untuk ukuran warga Indonesia. Termurah sekitar Rp 150 ribu dan yang mahal mencapai Rp 400 ribu.

Dalam sebulan para perajin sarung goyor di Solo bisa mengekspor tak kurang dari 20 kodi ke Timur Tengah dan Somalia. Pesanan sebenarnya lebih banyak dari jumlah itu. Namun para perajin tak bisa memenuhi seluruh pesanan karena kekurangan tenaga kerja. Soalnya banyak generasi muda yang enggan mewarisi pekerjaan orangtuanya sebagai perajin sarung goyor. Selain itu produksi sarung goyor juga sangat tergantung pada cuaca. Jadi tak bisa setiap saat diproduksi.(ULF)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar