Halaman

Rabu, 01 Juni 2011

Aset Libya Sudah Lama Dirampok?

INILAH.COM, New York – Sebagai negara yang kaya akan minyak mentah, Libya sudah pasti diperebutkan perusahaan-perusahaan dunia kelas kakap, seperti Goldman Sachs. Namun, tidak semua memperlakukannya dengan baik. Benarkah?

Goldman Sachs mengelola perdagangan dalam mata uang dan investasi lainnya untuk Libyan Investment Authority (LIA), Sovereign Wealth Fund Libya pada 2008 senilai US$1,3 miliar. Demikian menurut laporan yang diterbitkan Selasa (31/5).

Setelah investasi tersebut kehilangan hampir seluruh nilainya dalam gejolak pasar pada 2009, Goldman menawarkan Libya kesempatan untuk menjadi salah satu pemegang saham terbesar. Hal ini diungkapkan Wall Street Journal.

Diskusi ini berakhir gagal dan LIA sejak itu dikenakan sanksi oleh masyarakat internasional, dengan Amerika Serikat dan pemerintah lainnya merebut sebagian besar asetnya.

Goldman Sachs menolak memberi komentar atas hal tersebut. Tetapi sumber yang dekat dengan masalah ini menegaskan bahwa Goldman mengelola dana untuk Libya, dan bahwa investasi itu memilki performa yang buruk.

Ketika hal ini hendak dikonfirmasi ke kantor utama LIA di Tripoli, tidak ada jawaban. Sementara e-mail yang dikirim, tidak mendapat balasan.

Mengutip dokumen internal dan wawancara dengan orang-orang akrab dengan masalah ini, Goldman menangani 9 perdagangan ekuitas dan satu transaksi mata uang untuk dana tersebut.

Ketika krisis kredit menyeruak pada 2009, investasi menguap sehingga dana sebesar US$1,3 miliar jatuh ke US$ 25,1 juta pada Februari 2010. Ini adalah penurunan sebesar 98%!

Menurut laporan itu, Libya sangat "marah" dengan Goldman dan menekan perusahaan tersebut untuk menutup kerugian mereka.

Eksekutif Goldman, termasuk CEO Lloyd Blankfein, tidak ingin merusak hubungan mereka dengan sumber dana yang sangat besar, sehingga menawarkannya kesempatan untuk membeli saham US$ 3,7 miliar perusahaan.

Terkait hal tersebut, Goldman membuat tiga proposal yang berbeda antara Mei dan Juli 2009 dan menawarkan ke Libya aliran pembayaran untuk menutup kerugian dana itu. Tetapi sumber yang dekat dengan masalah ini mengatakan bahwa tidak satupun penawaran yang bisa dikonversi menjadi saham ekuitas, dan bahwa Federal Reserve harus menyetujui setiap investasi oleh LIA.

Libya mengelola LIA pada 2007, tiga tahun setelah Amerika Serikat mencabut sanksi atas negara tersebut. SWF tersebut secara agresif berusaha untuk berinvestasi miliaran dolar di seluruh dunia, dan perusahaan-perusahaan Wall Street seperti Goldman, Fortune, sangat ingin melakukan bisnis dengan negara kaya minyak.

Namun belum lama mengelola LIA, Libya sekali lagi menjadi sasaran sanksi internasional. Pada Februari 2011, AS dan negara-negara lain menyita miliaran dolar aset terkait pemerintah Muamar Khadafi, yang telah berjuang melawan kekuatan oposisi yang didukung pasukan NATO selama berbulan-bulan.

Pemerintah AS akhir Februari lalu membekukan sedikitnya US$ 30 miliar aset pemerintah Libya, jumlah terbesar yang pernah diblokir di bawah program sanksi AS. Ini langkah yang diambil internasional untuk menghentikan Khadafi, setelah tindakan kekerasan atas pemrotes anti-pemerintah.

David Cohen, pelaksana Departemen Keuangan di bawah sekretaris untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan, menolak mengatakan berapa banyak harta Khadafi dan keluarganya. Demikian pula harta milik LIA, lembaga pendana terbesar Libya.

Sementara Pemerintah Swiss juga membekukan aset milik Khadafi. Hal itu diikuti Inggris dan Uni Eropa juga membekukan beberapa aset dan mengumumkan sanksi.

Libya memang hanya mengungkapkan sedikit tentang kesepakatan finansialnya, tetapi ada beberapa hal yang diketahui tentang harta yang dibekukan dan di mana Libya menginvestasikan kekayaan minyaknya.

Michael Maduell di Sovereign Wealth Fund Institute mengatakan bahwa sebagian aset SWF Libya terletak di luar AS, kebanyakan di Eropa dan pada perusahaan Afrika.

Melalui berbagai institusi keuangan, Libya telah menyebar di seluruh kekayaan setidaknya 35 negara di empat benua. Negara ini memiliki campuran investasi yang aneh, mulai dari real estat mewah dan perusahaan penerbitan di Inggris, hotel-hotel di Timur Tengah, dan saham kecil di waralaba sepak bola Italia Juventus.

Libya selalu memiliki jumlah besar uang tunai karena besarnya cadangan minyak mentah berkualitas tinggi. Tetapi ketika PBB memberi sanksi ekonomi pada 2003, Libya menciptakan sendiri US$60 miliar SWF. Saat ini, LIA berada di antara SWF terbesar dunia.

Negara ini juga menggunakan Bank Sentral Libya dan Bank Luar Negeri Libya sebagai saluran untuk berinvestasi, terutama berfokus pada investasi domestik dan Afrika.

Dengan adanya pembekuan aset dan beberapa sanksi internasional lainnya, benarkah ini hanya semata terkait masalah politik Khadafi, atau ada keinginan negara-negara kuat untuk merampok aset-aset Libya? [mdr]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar